masak

Rabu, 23 Juni 2010

RB-Bagian Delapan Belas

“Anggi?!” Jerit Dinda tertahan. Anggi langsung berhenti memberontak, lalu menepiskan tangan Fery dan langsung berlari ke dekat tante Tari.
“Ma, Fery ma.. Fery jahat sama anggi, nuduh Anggi yang nggak – nggak, ma..!” sahut Anggi, ia menarik – narik tangan tante Tari seperti anak kecil yang sedang mengadu pada ibunya.
Dinda terperangah, keningnya langsung berkerut., “Mama?” ucap Dinda spontan.
Tante Tari berpaling pada Fery, “Ada apa sebenarnya, Fer?” tanyanya bingung.
“Semua akan jelas, ma..” ucap Fery. Suaranya bergetar.
“Jadi.. Fery dan Anggi..” suara Dinda seperti tersekat. Pram menatap kejadian di depannya dengan tatapan bingung. Untungnya Fery segera cepat tanggap dengan raut muka Dinda dan Pram.
“Ya, Din, Anggi adalah adikku satu - satunya..” jelas Fery menjawab dan memberi kepastian atas pertanyaan di kepala Dinda dan om Pram.
Dinda memandang Anggi, “Nggi, kenapa kamu nggak pernah bilang tentang hal ini?”
Anggi melengos.
“Maaf, Nggi.. gw nggak dapat lagi ngebantu elo, gw nggak bisa ngebohongin diri gw terus, gw nggak bisa melihat Dinda lebih mederita lagi..” Feri memandang Anggi.
APA?!
Dinda terbelalak kaget. Kepalanya semakin terasa berat. Anggi langsung terlihat beringas, “Bohong! Lu bohong Fer! Gw nggak salah! Anggi nggak salah, ma.. Din, gw nggak bohong Din.. semua Fery yang ngelakuin, bukan gw..!!” Anggi menarik lengan baju mamanya
“Nggi, nggak ada gunanya menyangkal lagi Nggi, gw ngeliat mobil lu lewat di depan gw di malam gw mau nambrak om Pram, lu juga yang ngirim surat dan nyebarin berita itu di sekolah, lu juga yang melarang temen – temen lu buat ngejenguk dan deketin Dinda, termasuk Selvy, lu juga kan yang sengaja ngajak gw ke kafe itu kan? bahkan lu ngejebak dia dengan ngasih nomor telpon Dinda ke Ryan, tapi lu gagal karena ternyata Ryan akhirnya memang benar – benar bersahabat dengan Dinda, nggak seperti keinginan lu kan?” Fery terlihat berusaha menahan perasaannya yang hancur lebur. Dinda terbelalak.
“Dari mana lu tahu?!! Hah!!” Bentak Anggi. Mukanya memerah menahan marah dan kesal. Fery segera menuju meja belajar kamar itu dan mengeluarkan sebuah buku berwarna pink, seperti sebuah diary.
“BRENGSEKK! Lu brengsek Fer..!!” Anggi berusaha menerjang dan memukul Fery. Pram dan tante Tari segera memeganginya. Anggi memberontak.
“Maafin gw Nggi, gw ngelakuin ini semua justru karena gw sayang sama elo, gw nggak mau lu ngelakuin yang lebih jauh lagi..” Fery menahan perasaannya.
“Bohong!! Lu brengsek, Fer!”
Dinda terpana. Ia seperti tidak yakin dengan apa yang di dengarnya, “Anggi? Jadi.. elo..”
“Iya, gw! kenapa kaget? Iya, gw yang ngambil hasil lab lu yang lu taro di tempat tidur waktu kita mo berangkat ke pesta, gw juga yang ngatur pertemuan lu sama Fery yang brengsek ini, gw yang nyebarin di sekolah, gw yang kirim surat, gw yang nabrak ayah lu, gw yang bikin Selvy dan temen – teman menjauh dari lu, semuanya gw!! Termasuk gw yang suruh Selvy ngejauhin elo! Ngerti?!!” bentak Anggi, bibirnya menyeringai. Seperti seringai seekor srigala yang bersiap menerkam mangsanya. Dinda tergidik.
“Kenapa lu lakuin semua ini ke gw Nggi? Apa salah gw?” tanya Dinda berusaha setenang mungkin, agar kepalanya tidak semakin sakit.
“Kenapa lu harus kaget? Awalnya gw nggak mau ngelakuin itu, tapi ini karena lu Fer! Lu lamban!” Fery menuding Fery. Tangannya teracung di depan wajah Fery, ”Awalnya lu nggak salah Din.. yang salah itu bokap lu ini!!” Anggi menunjuk Pram yang berdiri di samping Dinda. Lalu, ”Gara-gara bokap lu ini gw harus kehilangan papa! Gw harus menderita, beda sama lu yang hidup dengan tenang..” mata Anggi memerah menahan marah.
“Anggi, om benar – benar tidak sengaja.. itu benar - benar kecelakaan..!” Pram buka suara.
“Benar Nggi..”tante Tari berusaha meyakinkan putrinya.
“Gw nggak peduli!” Anggi histeris.
“Jadi.. lu temenan sama gw untuk balas dendam?”
“Tadinya nggak juga, tapi begitu ngeliat lu yang begitu cantik, baik, dan perfect, gw jadi benci!” Anggi histeris.
“Kenapa Nggi? Padahal gw nganggap lu temen baik gw.. sahabat gw..” tanya Dinda bingung, bercampur sedih.
“Teman baik? O.. justru itu, lu tahu kenapa gw justru benci sama lu justru setelah gw jadi temen baik lu?”
Dinda menggeleng.
Anggi menatap Dinda semakin tajam, “Justru itu, karena lu terlalu baik, semua teman – teman yang awalnya nurut sama gw, justru jadi nurut sama lu! Apa – apa lu, ini – itu elu, dan gw? gw selalu kalah sama lu Din.. bener! Kayak buntut!”
“Tapi gw nggak pernah bermaksud begitu, Nggi..”
“Alaaah.. nggak usah sok baik!”
“Gw nggak sok baik, gw Cuma pengen lu tahu kalo gw nggak pernah bermaksud membuat lu jadi nomor dua.. “
“Basi!”
“Nggi, kalau lu beranggapan, gw bahagia setelah kecelakaan itu, lu salah besar. Gw juga kehilangan bunda..”
“Benar Nggi, kamu nggak tahu apa – apa, kamu nggak pantas menyalahkan Dinda. Dindapun sudah kehilangan ibunya karena kecelakaan itu, sama kayak kita.. dan satu hal yang nggak kamu tahu, selama itu ayah Dindalah yang membantu mama, sampai kita bisa hidup kayak gini..” tante Tari membujuk Anggi.
“Itu belum cukup, ma.. karena papa nggak akan bisa diganti dengan harta ini!!”
Dinda terdiam. Sekali lagi sekeping hatinya terasa hancur lebur dan berderai. Kepala Dinda menjadi terasa semakin berat dan pusing. Semua peristiwa beberapa waktu lalu langsung terasa berputar – putar di kepalanya. Berbagai kejadian langsung hadir bergantian dan berebut di ruang benak kepala Dinda. Jantung dinda berpacu dengan cepat dan berdebar dengan keras. Wajah – wajah di depannya semakin menjauh dan mengabur. Tubuh gadis itu terkulai. Semua terasa gelap. Brukk!

Sementara itu di tempat lain..
Ryan tengah sibuk mengklik situs – situs di internet. sesekali tangannya mengganti kata kunci yang dicarinya, lalu mencatat informasi – informasi yang telah didapatnya. Demikianlah yang dilakukannya berulang – ulang, hingga didapatkannya sederet informasi yang dibutuhkannya yaitu, sebuah halaman yang memuat informasi tentang sebuah rumah sakit khusus yang didirikan oleh WHO dan Latvia untuk perawatan khusus penderita TBC, yang merupakan rumah sakit khusus yang menangani kuman tebece yang kebal terhadap obat – obatan atau pengobatan yang sering terputus dalam waktu yang lebih pendek!.Dinda nggak akan semenderita berobat di sini, yang pengobatannya harus melalui suntikan setiap hari atau obat yang berkepanjangan selama enam bulan atau sembilan bulan, atau bahkan lebih!
Ryan tersenyum. Segera dimatikannya komputer rental tersebut. setelah membayar di kasir, segera ia berlari mencari wartel terdekat. Hanya satu yang ia ingin lakukan saat ini yaitu, memberitakan kabar gembira ini kepada Dinda! Dinda pasti senang, karena ia akan sembuh!
Ryan langsung menekan beberapa digit nomor telpon interlokal. RrRrRr..!!!RrRrRr..!! RrRrRr…
Sepi. Tak ada jawaban.
Ryan menekan nomor itu sekali lagi, namun lagi – lagi tak ada yang mengangkat. Kemana gadis itu? Bukankah seharusnya ia ada di rumah, atau ayah ada di rumah?
Ryan akhirnya menyerah. Ia memutar kepalanya. Zahra, ya.. ia akan menelpon Zahra saja. Tepat setelah dering ke dua barulah telpon di seberang diangkat. Ryan bicara dengan tidak sabar.
“Halo, Assalamu’alaikum, Zahra, ini kakak,. APA Ra?! Dinda dirawat di rumah sakit?! Keadaannya bagaimana?.. APA??! Di mana Ra? Ibu lagi kesana?”
Ryan meletakkan gagang telpon dengan tergesa – gesa dan tak percaya dengan apa yang didengarnya barusan. Ia tersandar lemas di depan box telepon. Pikirannya kalut, air mata mengalir deras dan membanjiri sudut matanya. TIDAAAK! Dinda…!!

………bersambung ke bagian 19………..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar