masak

Jumat, 11 Juni 2010

RB - Bagian dua

Jakarta, masih pertengahan Januari 2005…

“Ya ampun..! Dinda?!”
Koor Anggi dan Mia kompak begitu menyaksikan pemandangan mengejutkan di depan mata mereka. Mereka sudah rapi dan wangi, eh.. Dinda masih tidur dengan nyenyaknya!.
Haahh?!. Dinda terlonjak bangun oleh koor histeris dari luar kamarnya itu. Kepala Anggi dan Mia muncul dari balik daun pintu kamarnya yang terbuka. Kedua sobat karibnya itu sudah terlihat cantik dengan gaun berwarna muda yang membalut tubuh mereka. Wajah mereka yang sudah terpoles make-up langsung mengkerut begitu melihat Dinda yang masih meringkuk di tempat tidur, dengan baju tidur yang awut - awutan.
“Duh, gimana sih? dibilangin dijemput jam tujuh kok masih molor?!“ omel Mia, ikut sewot dan langsung duduk di depan meja rias Dinda untuk membetulkan make up-nya.
Dinda nyengir dengan wajah polosnya, pura - pura tak bersalah, “Sorry, gw ketiduran. Selly sama Desi mana? Atau nggak ikut?”. Ucapnya, lalu menyambar handuk yang tersampir di jemuran mungil di dekat pintu kamar mandi.
Mia dan Anggi menganggat bahu berbarengan, dan berseru serentak, “Nggak.”
“Nggak?”
“Nggak ngelewatin maksudnya..!”
Dinda geleng – geleng kepala. Hm.. dasar!
“Pada nunggu lo di mobil, maka jangan pake lama, kasian tuh anak dua pada bete nungguin lo.” Mia mendorong Dinda untuk segera masuk ke kamar mandi, “Buruan!”
“Iya, tapi tolong pilihin baju yang mau gw pake di lemari, ya?” Dinda mengerlingkan mata. Sebelum akhirnya menutup pintu kamar mandi.
Anggi dan Mia saling berpandangan, “Lu aja, Nggi! Gw mau ke mobil dulu.”. Ucap Mia buru - buru, lalu ngacir ke luar kamar, membuat Anggi bertambah cemberut.
Anggi menghembuskan napas kesal. Tapi meski begitu, Anggi langsung sibuk dengan setumpuk pakaian Dinda yang teronggok di samping sebuah amplop coklat yang hampir lecek. Anggi tersenyum penuh arti. Hmm... Dinda, Dinda! Apa sih yang nggak gw lakuin buat elo?

………………


07.00pm. Dua buah mobil berwarna mencolok berhenti di depan sebuah hotel berbintang. Lima orang gadis remaja bergegas turun dari keduanya. Mereka adalah Dinda, Anggi, Mia, Selly dan Desi. Kelimanya lalu bergegas memasuki gedung yang sudah penuh sesak dengan para undangan yang rata – rata remaja itu. Asap rokok mengepul, membuat Dinda berkali – kali menahan napas untuk tak lagi menghirup asap benda beracun itu.
Bukan, bukan Fery yang membuat Dinda memutuskan untuk datang kali ini, tapi terus terang Dinda merasa nggak enak sama Anggi and the gank karena hampir tiga mingguan mereka nggak jalan bareng!
Anggi akhirnya mengajak mereka duduk di sudut ruangan. Dari kejauhan, sesosok cowok berkulit putih terlihat langsung mendekat menyambut kedatangan mereka. Dari penampilannya yang rapi dan cara penyambutan teman - temannya, Dinda bisa menebak pastilah dia salah seorang yang penting di pesta ini. Dan ternyata tebakannya tepat.
“Hai, Semuanya!” cowok itu menyapa Dinda and the Gank.
“Hai juga Fer, selamat ulang tahun, ya?” Anggi langsung menghampiri sosok bertubuh atletis itu dan memberi ucapan selamat, disusul oleh Mia, Selly, Desi dan.. Dinda yang ikut menyalami dengan ragu – ragu.
Ow.. ini yang namanya Fery, ucap Dinda dalam hati. Cool, handsome, emh, Keren juga!. Dinda tersenyum malu dengan pikirannya.
“Thank’s ya semuanya udah bersedia datang. By the way, yang namanya Dinda yang mana nih, Nggi?.” Tanya Fery penuh selidik.
Degg!. Dinda langsung jadi salah tingkah. Ia mengalihkan pandangan kepada Anggi Cs. Hm, pasti ada yang bikin gara – gara nih!
“Oh iya, Din, ini Fery yang pengen banget kenal sama elo, Fer, ini Dinda, perfect kan orangnya? Udah pinter, baik, dari keluarga mampu, cantik lagi, perfect abis deh!” Ujar Anggi dengan gaya seperti sales sedang promosi.
Dinda menyikut perut Anggi yang bergaya seperti sales yang sedang promosi itu. Fery tersenyum. Anggi mengedipkan mata, membuat Dinda semakin salah tingkah!
“Nggi, udah ah, biasa aja lagi!” Dinda tak enak. Ia mencolek bahu sahabat karibnya. Anggi balas nyengir.
“Udahlah Din, nggak usah menyangkal, Anggi udah sering cerita tentang kamu kok, dan ternyata Anggi emang nggak bohong, kamu memang cantik, secantik nama kamu, Dinda.” ucap Fery tanpa sungkan – sungkan.
Brrrr.
Dinda merasakan muka merah seperti terbakar dan semakin memerah menahan malu atas pujian Fery. Mata gadis itu benar – benar melotot ke arah Anggi. Sedangkan Anggi? Gadis itu Cuma cengar – cengir aja diplototi kayak gitu, bikin kesel kan? (mangkel banget..!).
“Cool! Kita – kita nggak dikenalin nih?” Mia, Selly dan Desi ambil bagian. Fery balas menggelengkan kepala.
“Ah, lu kan udah sering ketemu. Yuk Din, sini gw kenalin sama nyokap gw” Ucap Fery membuat Dinda makin deg – degan, pasalnya ajakan itu cuma ditujukan untuk Dinda!.
Dinda menatap Anggi, Selly, Mia dan Desi. Keempatnya mengerling, pertanda Dinda harus mengikuti ajakan Fery.
Dinda mengikuti Fery dengan langkah ragu dan takut. “Mama Fery? Kayak apa ya? Serem nggak ya? Ntar jangan – jangan malah diomelin dan dicaci maki seperti di sinetron – sinetron lagi, trus diusir dari pesta, trus..” Dinda tersenyum sendiri dengan pikiran konyolnya.
Tapi ternyata Tante Tari, Mama Fery, menyambut Dinda dengan ramah, meski pada awalnya perempuan setengah baya itu menatap Dinda sedikit agak lama, membuat Dinda salah tingkah dan tertunduk malu.
Lagi – lagi Dinda menghela napas panjang. Perfect! Ya, semua orang menganggapnya begitu sempurna, semua ingin mengenalnya, semua menganggapnya tanpa cela. Tidak! ingin rasanya Dinda memberontak, berteriak dan mengatakan, “Semua salah! Aku tidak sesempurna itu!” tapi bagaimana cara menjelaskan semuanya kepada mereka, Akankah setelah nanti teman – temannya tahu semuanya, semua akan tetap seperti ini? ataukah…
Ah, sudahlah, sekarang bukan waktunya untuk memikirkan hal itu, Dinda mencoba menepis semua pikiran buruknya, lalu gadis itu menarik napas dalam – dalam. Selanjutnya Dinda berusaha untuk ikut larut dengan suasana pesta yang semakin hiruk pikuk. Ditambah lagi, Fery yang tak pernah membiarkannya melamun sesaatpun. Sejenak kegelisahan dan keresahan bisa terlenyapkan dari kepala Dinda. Tapi sampai kapan semua akan seperti ini? apakah mungkin berterusan lari dari kenyataan pahit seperti ini?

……bersambung ke bagian tiga…………………

Tidak ada komentar:

Posting Komentar